DOCTYPE html PUBLIC "-//W3C//DTD XHTML 1.0 Strict//EN" "http://www.w3.org/TR/xhtml1/DTD/xhtml1-strict.dtd"> Didi Tarsidi: Counseling, Blindness and Inclusive Education: SIFAT RESPON ANTARPRIBADI (INTERPERSONAL RESPONSE TRAITS)
  • HOME


  • Guestbook -- Buku Tamu



    Anda adalah pengunjung ke

    Silakan isi Buku Tamu Saya. Terima kasih banyak.
  • Lihat Buku Tamu


  • Comment

    Jika anda ingin meninggalkan pesan atau komentar,
    atau ingin mengajukan pertanyaan yang memerlukan respon saya,
    silakan klik
  • Komentar dan Pertanyaan Anda




  • Contents

    Untuk menampilkan daftar lengkap isi blog ini, silakan klik
  • Contents -- Daftar Isi




  • Izin

    Anda boleh mengutip artikel-artikel di blog ini asalkan anda mencantumkan nama penulisnya dan alamat blog ini sebagai sumber referensi.


    01 May 2008

    SIFAT RESPON ANTARPRIBADI (INTERPERSONAL RESPONSE TRAITS)

    Diintisarikan dari:
    Krech, D.; Crutchfield, R.S.; & Ballachey, E.L. (1982). Individual in Society.
    Chapter 4: Interpersonal Response Traits. Berkeley: McGraw-Hill International Book Company.

    Oleh Didi Tarsidi
    Universitas Pendidikan Indonesia (UPI)

    A. Perilaku sosial individu disalurkan melalui sifat respon antarpribadinya - yaitu disposisi yang relatif konsisten dan stabil yang mendasari perilakunya yang khas dalam merespon terhadap orang lain.

    Tindakan individu dalam peristiwa perilaku interpersonal dipandu oleh sistem sifat respon antarpribadinya. Sifat respon antarpribadi primer dapat diklasifikasikan ke dalam tiga kategori:
    (1) Role Dispositions (Disposisi Peran) yang meliputi sifat pemberani (ascendance), mendominasi (dominance), inisiatif sosial, dan mandiri (independence);
    (2) Sociometric Dispositions (Disposisi Sosiometrik) yang mencakup sifat menerima orang lain (accepting), dapat bergaul (sociability), ramah (friendliness), dan bersimpati (sympathetic);
    (3) Expressive Dispositions (disposisi ekskpresif) yang mencakup sifat kompetitif, agresif, mudah tersinggung (self-awareness), dan pamer (exhibitionistic).

    Teknik utama yang dipergunakan untuk mengidentifikasi sifat respon antarpribadi adalah analisis faktor (factor analysis). Teknik ini pada umumnya diterapkan untuk memperoleh gambaran diri (self-descriptions) yang diperoleh melalui inventarisasi kepribadian (personality inventories) dan wawancara klinis.
    Interpersonal response traits cenderung relatif stabil. Perbedaannya terdapat dalam karakteristik lainnya yaitu: tingkat serapannya (degree of pervasiveness), konsistensinya, dan pola atau struktur internalnya. Perilaku individu ditentukan oleh pola sifat respon antarpribadinya. Interaksi antara sifat-sifat mengubah pengaruh interpersonal response traits terhadap perilaku.

    Role Dispositions (Disposisi Peran). Sifat keberanian (ascendance), dominansi (dominance), inisiatif sosial, dan kemandirian, sangat menentukan cara individu melaksanakan perannya dalam peristiwa perilaku interpersonal (interpersonal behavior events).

    Ascendance. Ascendance harus ditafsirkan sebagai "keberanian sosial" atau "rasa percaya diri". Ascendance tidak sama dengan dominance, meskipun terdapat korelasi yang tinggi di antara kedua sifat tersebut. Orang yang bersifat as¬cendant belum tentu bertindak untuk mendominasi orang lain. Lawan dari ascendance adalah social timidity (pemalu), atau takut pada orang asing. Sedangkan lawan dari dominance adalah submissiveness (mudah menyerah).
    Dominance. Dominance adalah sifat yang dapat diamati pada banyak binatang, termasuk manusia. Kebiasaan mematuk-matuk pada ayam merupakan satu dominance hierarchy.
    Inisiatif Sosial. Orang yang skor inisiatif sosialnya tinggi merupakan "pengorganisasi" sosial - yaitu orang yang mampu menangkap inisiatif dalam pertemuan kelompok dan berkeinginan menjadi pimpinan.
    Kemandirian (Independence). Dua tipe sifat yang dikemukakan oleh Horney, yaitu "menjauh dari orang lain" dan "mendekati orang lain" merupakan dua titik kutub tertinggi dan terendah dari sifat kemandirian ini.

    Disposisi Sosiometrik (Sociometric Dispositions). Termasuk ke dalam kategori ini adalah sifat respon antarpribadi yang berkaitan dengan hubungan sosiometrik individu dengan orang lain - kesukaannya kepada orang lain, perhatian dan kepercayaannya kepada orang lain dsb. Orang yang tinggi skornya dalam keempat disposisi sosiometrik ini (menerima orang lain, dapat bergaul, ramah, dan bersimpati) cenderung mudah melibatkan diri dengan orang lain, mengenal mereka, dan biasanya terampil dalam mengelola hubungan manusia (human relations).

    Disposisi Ekspresif (Expressive Dispositions). Termasuk ke dalam kategori ini adalah keempat sifat (kompetitif, agresif, mudah tersinggung, dan pamer) yang berkaitan dengan gaya perilaku interpersonal, misalnya yang berkaitan dengan cara individu mengekspresikan dirinya dalam merespon orang lain. Dalam bentuknya yang ekstrim, sifat-sifat ini dapat tercermin dalam hampir segala hal yang dilakukan individu dalam situasi sosial. Ada orang yang selalu ingin bersaing, ada yang selalu mencari target keagresifannya, ada yang selalu ingin pamer dalam setiap kesempatan, dan ada juga yang mudah tersinggung jika dikritik orang lain.

    Cara Menentukan Sifat Respon antarpribadi
    Sumber data utama untuk menentukan dan mengukur sifat respon antarpribadi adalah teknik gambaran diri (self-descriptions) yang diperoleh melalui inventorisasi kepribadian (personality inventories) atau wawancara klinis. Dari sejumlah besar informasi tentang inventorisasi kepribadian tersebut, sifat-sifat respon antarpribadi "primer" diekstraksikan dengan satu prosedur statistik yang dikenal dengan istilah analisis faktor (factor analysis). Faktor-faktor itu kemudian dideskripsikan dan diberi nama.
    Interaksi Antara Sifat-sifat
    Setiap sifat respon antarpribadi yang telah disebutkan di atas (serta sifat-sifat lainnya) berperan penting dalam menentukan tindakan individu dalam peristiwa perilaku interpersonal. Tetapi tindakan itu ditentukan oleh kombinasi sifat-sifat individu, bukan oleh satu sifat saja.
    Cough (1957) telah berspekulasi tentang bagaimana pengaruh interaksi antara dua sifat bila beroperasi secara berbarengan terhadap perilaku. Yang menarik adalah memahami dan memprediksi tindakan yang dipengaruhi oleh interaksi antara dominance dan sociability. Orang yang tinggi skornya dalam dominance dan rendah dalam sociability cenderung menganalisis, mengkritik, tidak setuju, menilai, dan bertahan. Orang yang tinggi skornya dalam dominance maupun sociability cenderung menunjukkan respon-respon yang sangat berbeda: dia memberi nasihat,mengkoordinasi, mengarahkan, memimpin, dan berinisiatif. Jadi, orang yang mengidap sindrom "dominance tinggi-sociability rendah" menunjukkan karakter tidak setuju, mengeritik, menilai - "pemikir". Sedangkan yang mengidap sindrom "dominance tinggi-sociability tinggi" berkarakter seorang aktivis - "pekerja".
    Bila kita mempertimbangkan interaksi antara tiga sifat atau lebih, kita menghadapi kesulitan dalam menganalisis dan menginterpretasikan profilnya. Berbagai metode, baik metode intuitif maupun statistik, telah diterapkan untuk memecahkan permasalahan tersebut, tetapi hasil interpretasi profilnya masih tidak pasti validitasnya.
    ------------------------------

    B. Sifat-sifat respon antarpribadi individu merupakan produk akhir dari pengalaman pribadinya dalam memuaskan keinginannya yang muncul paling sering dan paling kuat.

    Suatu keinginan yang muncul dapat mempunyai nasib yang berbeda-beda: mungkin terpenuhi dengan segera dan tanpa usaha; mungkin terlaksana mencapai tujuan jangka pendek setelah melewati banyak rintangan; mungkin juga tidak terpenuhi karena rintangan ke arah pencapaian tujuannya tidak dapat diatasi. Untuk mengurangi frustrasinya, individu mungkin melakukan satu dari berbagai mekanisme pertahanan (defense mechanism) yang ada. Cara yang ditempuh individu untuk melaksanakan keinginannya serta cara dia mengurangi frustrasi akibat tidak tercapainya keinginan tersebut dapat mempunyai konsekuensi yang adaptif atau maladaptif yang dapat digeneralisasikannya bagi perilakunya selanjutnya. Konsekuensi-konsekuensi yang dapat digeneralisasikan tersebut menjadi sifat yang cukup stabil dan konsisten dari individu untuk merespon secara khas terhadap orang lain - yang disebut sifat respon antarpribadi (interpersonal response traits).
    Sifat-sifat yang tampaknya serupa, yang terbentuk dalam proses pemenuhan keinginan itu, dan sifat-sifat yang terbentuk dalam proses mengatasi frustrasi, dapat mempunyai bermacam-macam implikasi terhadap perilaku. Konsep diri (self-concept) individu mempengaruhi pembentukan dan perubahan sifat respon antarpribadi individu. Sifat respon antarpribadi ini sering mencerminkan kognisi tentang dirinya sendiri.

    Dampak Pemenuhan Keinginan
    Dampak langsung utama yang paling jelas dari terpenuhinya keinginan yang muncul adalah hilangnya daya kekuasaannya atas kognisi dan tindakan individu. Karenanya individu terbebas untuk mencurahkan perhatiannya pada aspek-aspek lain dari lingkungannya, untuk mengejar tujuan-tujuan lain. Terpenuhinya keinginan tertentu secara normal menyebabkan timbulnya keinginan baru yang "lebih tinggi". Perkembangan psikologis individu - termasuk perkembangan sifat-sifat respon antarpribadi seperti inisiatif sosial, kemandirian, sosiabilitas, dan keramahan - maju lebih cepat jika keinginannya yang "lebih rendah" terpuaskan secara mudah, lancar, dan sering. Lebih jauh, pemuasan keinginan dapat mempunyai dampak yang penting dan berjangka panjang terhadap evaluasi diri dan harga diri individu. Dia mungkin akan lebih percaya diri dalam menghadapi masalah; tingkat aspirasinya mungkin akan terus meninggi. Dan sifat respon antarpribadinya akan mencerminkan peningkatan harga diri tersebut. Dia mungkin akan tampil lebih pemberani, lebih mendominasi, keseimbangan sosialnya lebih baik, dsb.

    Kerugian Pemenuhan Yang "Mudah". Di pihak lain, sangat mudahnya pemenuhan keinginan itu dapat mengakibatkan individu mal-adaptif dan mempunyai dampak sosial. Meskipun benar bahwa mudahnya terpenuhi keinginan dapat membuat pola tindakan yang relevan menjadi kebiasaan dan karenanya individu terbebas untuk menghadapi masalah-masalah lain, tetapi mungkin dia tidak memanfaatkan kesempatan itu. Pembiasaan pola tindakan tersebut bukannya membebaskannya, tetapi justru membuatnya "beku". Andaikata situasi berubah dan dia dihadapkan pada masalah baru, di mana pola respon kebiasaannya tidak memadai, dia akan kebingungan. Individu yang terlalu lama tidak pernah menghadapi masalah karena semua atau hampir semua keinginannya dapat dipenuhinya dengan begitu mudah, dapat kehilangan kesempatan untuk belajar belajar. Perbendaharaan sifat respon antarpribadinya sebagai teknik sosial untuk memecahkan masalah antarpribadi tidak berkembang.
    Di samping itu, keinginan yang selalu dapat dipenuhi dengan mudah dapat mengakibatkan individu mengoverestimasi kemampuannya. Dia dapat menjadi terlalu percaya diri; tingkat aspirasinya dapat ditempatkan pada titik yang terlalu tinggi dan tidak realistis - yang kesemuanya dapat mengakibatkan kekecewaan yang sangat besar bila realita akhirnya "mengejar"nya.
    Frustrasi.
    Frustrasi terjadi bila kemajuan ke arah satu tujuan terhambat dan keinginan tak terpenuhi. Konsekuensinya dapat berupa berbagai bentuk, baik ataupun buruk. Frustrasi itu dapat membuat individu melakukan perubahan yang kreatif dalam kognisinya, mendapatkan cara baru yang lebih baik untuk memenuhi keinginannya; atau dapat juga mengakibatkan kekecewaan emosional yang parah, perilaku maladaptif, yang menurunkan kualitas kepribadian individu. Pada tingkat kehidupan sosial, sering terhambatnya pemenuhan keinginan banyak orang mengakibatkan terciptanya proses dan organisasi sosial baru, atau timbulnya tanda-tanda patologi sosial seperti konflik antarkelompok, kejahatan dan kenakalan, serta perang.
    Rintangan-rintangan apakah yang menghambat pencapaian tujuan manusia itu? Ada empat sumber utama: (1) lingkungan fisik, (2) keterbatasan biologis, (3) kompleksitas keadaan psikologis, dan (4) lingkungan sosial.
    Frustrasi dan Lingkungan Fisik. Jelas bahwa banyak dari hambatan motif individu itu diakibatkan oleh pembatasan-pembatasan yang terdapat dalam lingkungan eksternal. Lebih dari itu, keinginan-keinginan dasar masyarakat secara keseluruhan dapat dihambat oleh karakteristik lingkungan fisik. Misalnya, masyarakat Siriono, sebuah kelompok seminomadik di Bolivia, selalu mengalami hambatan pemenuhan keinginan makanan karena iklim tropis tempat mereka tinggal menyulitkan pengawetan dan penyimpanan makanan.

    Frustrasi dan Struktur Biologis. Sering faktor penghambat itu terdapat di dalam diri individu sendiri - di dalam keterbatasan motor dan mentalnya. Seseorang tidak dapat mencapai cita-citanya untuk menjadi atlet terkenal karena keadaan fisiknya tidak memungkinkan; atau dia mungkin tidak mempunyai intelegensi yang cukup untuk menamatkan sekolah kedokteran sehingga cita-citanya menjadi dokter tidak tercapai.
    Frustrasi dan Kompleksitas Psikologis. Dengan banyak keinginan yang aktif secara berbarengan, manusia merupakan makhluk yang sangat kompleks. Keinginan-keinginan tersebut sering konflik, dan pemenuhan satu keinginan dapat berarti penyumbatan keinginan-keinginan lainnya.
    Frustrasi dan Lingkungan Sosial. Masyarakat menetapkan norma-norma dan hambatan-hambatan sosial (social bar¬riers) yang dapat menghambat pemuasan keinginan individu. Sebuah masyarakat mungkin menetapkan tujuan-tujuan tertentu, yang pencapaiannya dihambat oleh pola-pola budaya dan cara-cara yang sudah melembaga yang merupakan karakteristik dari masyarakat tersebut. Misalnya, masyarakat Amerika, melalui filsafat demokrasinya tentang pendidikan bagi semua, menanamkan kepada banyak orang Negro agar mempunyai tujuan masuk ke perguruan tinggi; akan tetapi, melalui pola budaya lain dari masyarakat ini, yaitu diskriminasi rasial, sulit bagi mereka untuk mencapai tujuan tersebut. Cara lain yang mungkin dihadapkan oleh sebuah masyarakat untuk merintangi terpenuhinya pemuasan keinginan individu adalah dengan memberlakukan nilai-nilai yang bertentangan dan dengan mengajukan tuntutan-tuntutan yang kontradiktif bagi anggota-anggotanya.

    Frustrasi dan Sifat Respon antarpribadi.
    Bila seorang individu mengalami frustrasi yang parah atau berkepanjangan, ketidakmampuannya untuk mencapai tujuannya dapat mengakibatkan timbulnya perasaan kegagalan pribadi dan kecemasan. Perilaku pemecahan masalahnya yang berorientasi pada tujuan mungkin akan digantikan oleh perilaku yang ditujukan untuk mempertahankan konsepsi dirinya dan menghindari ancaman terhadap harga dirinya. Dalam proses pembentukan perilaku defensif seperti ini, dia mungkin akan mengembangkan atau memperkuat sifat-sifat respon antarpribadi yang berupa sifat agresif, non-sosiabilitas, kompetitif, penolakan terhadap orang lain, dsb.
    Di antara reaksi-reaksi defensif terhadap frustrasi yang paling penting untuk memahami perilaku sosial adalah (1) agresi, (2) regresi, (3) penarikan diri (withdrawal), (4) represi, (5) formasi reaksi, (6) rasionalisasi, (7) proyeksi, (8)autisme, dan (9) identifikasi.
    Agresi. Akumulasi ketegangan yang muncul akibat frustrasi yang berkepanjangan sering diungkapkan dalam bentuk perbuatan agresif yang tampaknya dapat menghilangkan (sekurang-kurangnya untuk sementara) keadaan frustrasi itu. Agresi itu dapat berbentuk perasaan dan tindakan marah, kekerasan fisik terhadap obyek dan orang, mengutuk dan menyumpah-nyumpah, atau fantasi melakukan kekerasan dan serangan.
    Target agresi itu tidak selalu terkait secara logis dengan situasi penyebab frustrasi; bahkan sering sama sekali tidak terkait dengan penyebab frustrasi. Dalam keadaan tertentu agresi itu bahkan dapat diarahkan kepada diri sendiri.
    Regresi. Sebagai konsekuensi frustrasinya, seorang individu dapat mundur ke tingkat perilaku yang kurang matang. Misalnya, seorang dewasa dapat berperilaku seperti anak-anak.
    Penarikan Diri. Frustrasi mungkin akan diatasi dengan menarik diri dari situasi pembuat frustrasi itu. Dalam situasi di mana individu tidak dapat meninggalkan tempat adegan frustrasinya, dia mungkin akan membuat pagar psikologis yang memutuskan kontaknya dengan situasi tersebut. Di sini individu mungkin mengembangkan sifat respon antarpribadi berupa pasivitas sosial (social passivity) dan tidak ramah [pada individu yang agressif], atau malu bergaul (social timidity) [pada individu yang non-agresif]. Represi. Keinginan yang tak tercapai serta kecemasan yang diakibatkannya kadang-kadang tertekan ke bawah sadar; individu "melupakan" atau "merepresi" keinginan yang tak terpuaskan itu (salah satu konsep dasar Freud). Ini terjadi terutama pada keinginan-keinginan yang pengungkapannya konflik dengan nilai-nilai sosial dan tabu (misalnya sex, agresi, kekuasaan). Relevansi antara represi dengan berkembangnya sifat respon antarpribadi adalah jelas. Individu yang tingkat represinya sangat tinggi mungkin akan menunjukkan sifat-sifat menyerah yang berlebihan dan tidak memiliki daya agresi karena takut akan impuls permusuhan yang terdapat di dalam dirinya sendiri.
    Formasi Reaksi. Sebagai konsekuensi dari represi keinginan yang tak terpenuhi yang menimbulkan kecemasan, seorang individu mungkin akan menunjukkan perilaku yang merupakan kebalikan dari perilaku yang akan ditunjukkannya andaikata keinginannya tersebut terpenuhi. Ini dikenal dengan istilah formasi reaksi (reaction formation). Misalnya, seorang individu yang karena frustrasinya menaruh rasa permusuhan mungkin akan menunjukkan perilaku "ramah" atau "simpati" yang berlebihan.
    Rasionalisasi. Karena individu memandang bahwa frustrasinya diakibatkan oleh terhambatnya pencapaian tujuannya, dia mungkin akan membentuk pertahanan diri dengan meredefinisikan kognisinya mengenai situasi yang membuatnya frustrasi tersebut. Beberapa dari redifinisi kognisi itu disebut rasionalisasi. Bentuknya dapat berupa berbagai alasan logis untuk menjelaskan dan membenarkan mengapa kegagalannya itu terjadi.
    Proyeksi. Mekanisme proyeksi adalah bentuk lain dari redifinisi situasi. Dalam proyeksi, individu mempertalikan kepada orang lain karakteristik yang tidak baik yang terdapat di dalam dirinya. Dia mempersalahkan obyek atau orang lain bagi kegagalan atau frustrasinya. - Awak tak pandai menari, dikatakan lantai berjungkit.
    Autisme. Autisme, atau pikiran yang autistik, merupakan bentuk lain dari distorsi kognisi yang diakibatkan oleh frustrasi. Ini mengacu pada pikiran yang hampir sepenuhnya didominasi oleh keinginan-keinginan dan emosi, tanpa berkaca pada realita. Individu yang memutuskan komunikasinya dengan orang lain atau kelompoknya, dan kemudian "memikirkan" orang atau kelompok itu tanpa peduli untuk mengecek kesesuaian pemikirannya itu dengan fakta yang sebenarnya, maka individu tersebut dikatakan berpikir autistik. Neivcomb (1947) mengemukakan bahwa autisme berperan penting dalam pembentukan sifat respon antarpribadi agresif, menolak orang lain, tidak dapat bergaul, dsb. Melamun dan bentuk-bentuk berfantasi lainnya merupakan bentuk autisme yang beroperasi lebih langsung untuk memuaskan berbagai keinginan.
    Identifikasi. Satu jalan yang sangat opsional untuk mengatasi jenis-jenis frustrasi tertentu adalah melalui proses identifikasi, di mana individu mengasimilasikan sifat-sifat orang lain, baik perorangan maupun kelompok. Dalam mengidentifikasikan dirinya dengan seorang model yang dominan, atau ekshibisionistik, atau pandai bergaul, individu itu sendiri akan mengadopsi sifat-sifat mendominasi, pamer, atau mudah bergaul.
    Identifikasi, seperti autisme, dapat "mahal" dan maladaptif jika perilaku defensif tersebut dipergunakan sebagai pengganti pencapaian tujuan atau jika dipergunakan untuk menyatakan persetujuannya atas perilaku antisosial dari orang yang diidentifikasinya itu.

    Sifat-sifat Defensif Versus Sifat-sifat Yang Berorientasi pada Tujuan.
    Beberapa dari sifat-sifat respon antarpribadi yang sangat "sama", yang telah kita bahas sebagai sifat-sifat yang bersumber dari dan diperkuat oleh reaksi defensif terhadap frustrasi, dapat juga dipandang sebagai berasal dari perilaku adaptif yang berorientasi pada tujuan. Misalnya, "keramahan" dapat merupakan akibat dari berulang-ulangnya individu berhasil memuaskan keinginannya dalam interaksinya dengan orang lain; tetapi "keramahan" dapat juga merupakan satu formasi reaksi terhadap rasa permusuhan yang mendalam dari individu terhadap orang lain. Yang penting ditekankan di sini adalah bahwa betapapun samanya kedua bentuk "keramahan" itu tampaknya dipermukaan, tetapi keduanya mempunyai implikasi tindakan yang berbeda dalam peristiwa perilaku interpersonal. "Keramahan akibat kepuasan" cenderung wajar dan selektif, sedangkan "keramahan akibat ketidakpuasan" cenderung berlebihan dan diumbar.

    Sifat Respon antarpribadi Versus Keinginan.
    Dalam keadaan tertentu, satu bentuk perilaku interpersonal menjadi tujuan akhir bagi individu, bukannya sekedar cara untuk mencapai tujuan. Artinya, perilaku tersebut tidak lagi sekedar menggambarkan bentuk respon sosial yang sudah menjadi kebiasaannya, tetapi menggambarkan pemenuhan suatu keinginan. Jadi, ada orang yang berperilaku sosial agresif sebagai gambaran dari tabiatnya, tetapi ada pula orang yang agresif karena dia merasa perlu berperilaku demikian.

    Self dan Sifat Respon antarpribadi.
    Perlu juga dicatat bahwa cara sifat respon antarpribadi itu berkembang dan berubah sering mencerminkan kenyataan bahwa pandangan individu terhadap dirinya sendiri berkaitan dan tak terpisahkan dari pandangannya terhadap orang lain. Pertama, hal tersebut terjadi karena konsep diri terbentuk oleh persepsi seseorang mengenai bagaimana dia dievaluasi oleh orang lain. Kedua, cara seseorang mempersepsi orang lain dipengaruhi oleh cara dia mempersepsi dirinya sendiri. Sejauh tertentu, setiap orang melihat orang lain dalam citranya sendiri, dengan menganggap orang lain memiliki sifat-sifat dirinya. Oleh karena itu konsep diri sangat mempengaruhi cara individu menilai dan mengevaluasi orang lain. Dan tindakan dalam peristiwa perilaku interpersonal dipandu oleh kognisi tentang orang lain.

    Interaksi antara Kognisi, Keinginan, dan Sifat Respon antarpribadi.
    Kognisi dan keinginan manusia turut menentukan sifat-sifat respon antarpribadinya, dan, pada gilirannya, sifat-sifat respon antarpribadinya itu turut menentukan kognisinya tentang dunianya serta upayanya untuk melaksanakan keinginannya. Jenis interaksi fundamental antara ketiga faktor psikologis ini tercermin dalam perilaku sosial manusia.

    Labels: ,

    :)

    Anda ingin mencari artikel lain? Silakan isi formulir pencarian di bawah ini. :)
    Google
  • Kembali ke DAFTAR ISI