DOCTYPE html PUBLIC "-//W3C//DTD XHTML 1.0 Strict//EN" "http://www.w3.org/TR/xhtml1/DTD/xhtml1-strict.dtd"> Didi Tarsidi: Counseling, Blindness and Inclusive Education: Alat-alat Bantu Low Vision bagi Anak dan Remaja Tunanetra
  • HOME


  • Guestbook -- Buku Tamu



    Anda adalah pengunjung ke

    Silakan isi Buku Tamu Saya. Terima kasih banyak.
  • Lihat Buku Tamu


  • Comment

    Jika anda ingin meninggalkan pesan atau komentar,
    atau ingin mengajukan pertanyaan yang memerlukan respon saya,
    silakan klik
  • Komentar dan Pertanyaan Anda




  • Contents

    Untuk menampilkan daftar lengkap isi blog ini, silakan klik
  • Contents -- Daftar Isi




  • Izin

    Anda boleh mengutip artikel-artikel di blog ini asalkan anda mencantumkan nama penulisnya dan alamat blog ini sebagai sumber referensi.


    06 June 2008

    Alat-alat Bantu Low Vision bagi Anak dan Remaja Tunanetra

    Bennett, D. (1999). “Low Vision Devices for Children and
    Young People with a Visual Impairment”. In: Mason, H. & McCall, S. (Eds.). (1999, pp.64-76). Visual Impairment: Access to Education for Children and Young People. London: David Fulton Publishers.

    Diterjemahkan oleh Didi Tarsidi
    Universitas Pendidikan Indonesia (UPI)

    Pendahuluan

    Tersedianya banyak alat bantu low vision memberi para praktisi dalam bidang low vision berbagai opsi untuk membantu anak-anak yang menyandang ketunanetraan. Seyogyanya tidak akan dijumpai suatu kondisi di mana anak low vision tidak dapat dibantu dengan suatu bentuk alat bantu low vision yang sesuai dengan kebutuhan pendidikannya.
    Sebuah tim pembina penglihatan, yang keanggotaannya mencakup seorang optometris, guru spesialis tunanetra, petugas rehabilitasi dan orang tua anak, perlu mengadakan pertemuan konsultasi bersama anak untuk menentukan bentuk alat bantu low vision yang paling sesuai dengan kebutuhan individu anak itu. Pentingnya asesmen oleh seorang optometris yang berkualifikasi tidak dapat terlalu ditekankan, karena kaca mata dengan resep yang tepat hanya merupakan langkah awal dari penanganan low vision. Optometris, yang memiliki pengetahuan luas tentang proses penyakit tertentu yang mengakibatkan ketunanetraan itu, dapat melakukan pemeriksaan refraksi dan melakukan asesmen serta memberi advis sehubungan dengan masalah low vision yang dihadapi anak.
    Bagi banyak anak, sebuah alat bantu low vision dapat merupakan alat yang serba guna. Akan tetapi, bagi kasus-kasus tertentu, alat-alat ini mungkin terbatas atau spesifik kegunaannya, dan tidak ada pendekatan yang standar ataupun cara pemecahan yang seragam, karena setiap anak memiliki kebutuhan visual yang berbeda.

    Penggunaan Standar Baca (reading stand)

    Banyak alat optik menuntut jarak baca yang dekat dan yang lebih mudah terpenuhi bila menggunakan sebuah standar baca. Terdapat bermacam-macam model standar baca untuk dipergunakan dengan alat bantu low vision (lihat Gambar 7.1). Standar baca itu harus dilengkapi dengan alat untuk mengubah-ubah ketinggiannya dan kebesaran sudutnya, dan dilengkapi dengan alat untuk menyimpan dan menahan bahan bacaan. Ada standar baca yang dilengkapi dengan klip pada bagian atasnya untuk menahan kertas-kertas lepas.












    Gambar 7.1 Tiga Elemen Kunci Alat Bantu Low Vision


    Pentingnya Cahaya
    Alat bantu low vision yang paling efektif adalah cahaya. Cahaya merupakan alat bantu low vision pertama yang harus dipertimbangkan, dibahas dan diasesmen dalam konsultasi low vision. Jika tingkat iluminasi (pencahayaan) lingkungan rendah, dan cahaya lampu yang ada tidak cukup terang, maka sebaiknya dipergunakan lampu belajar yang dapat diputar ke segala arah, sebaiknya dengan watt yang rendah (lihat Gambar 7.2). Watt yang rendah itu sangat penting untuk kenyamanan karena panas yang dipancarkannya minimum dibandingkan dengan yang dipancarkan dari lampu pijar biasa.

    Gambar 7.2 Kaca Mata Resep

    Alat bantu low vision yang paling efektif berikutnya adalah kaca mata yang cocok, yang diresepkan secara tepat. Antara 10 hingga 15% anak penyandang ketunanetraan dapat dibantu dengan kaca mata, dan sering kali hanya inilah yang dibutuhkannya.

    Penggunaan Magnifikasi (pembesaran)
    Elemen ketiga yang dibutuhkan adalah satu jenis magnifikasi eksternal. Magnifikasi ini dapat diperoleh dengan:
    - memperbesar ukuran obyek (magnifikasi ukuran);
    - memperkecil jarak lihat ke obyek (magnifikasi jarak relatif);
    - memperbesar sudut penglihatan (magnifikasi sudut relatif), biasanya dilakukan dengan sistem multi-lensa seperti teleskop.
    Sering kali ketiga teknik dasar tersebut dipergunakan sekaligus. Jika hal ini dilakukan, maka hasil magnifikasinya akan merupakan produk magnifikasi yang dihasilkan oleh berbagai metode. Dalam contoh berikut ini, seorang anak tunanetra ingin menonton televisi dan memerlukan magnifikasi 2x untuk melakukannya. Untuk itu terdapat tiga kemungkinan opsi:
    - mengganti pesawat televisi berdiameter 10 inci dengan 20 inci;
    - memperdekat jarak duduk anak dari yang biasanya 6 meter menjadi 3 meter;
    - memberi anak teleskop dengan magnifikasi 2x.
    Jika ketiga cara di atas dipergunakan sekaligus, maka total magnifikasi yang diperoleh bukan 6x melainkan 8x (yaitu 2 x 2 x 2).

    Myopia

    Anak yang ketunanetraannya disebabkan oleh myopia tingkat tinggi sering terlihat mencopot kaca matanya agar dapat melihat obyek yang dekat. Hal ini tidak usah mengherankan bagi guru. Tingkat myopia dalam satuan dioptre (D) adalah perbandingan terbalik dari jarak fokus mata yang terkena myopia (yaitu 1 meter dibagi dengan jarak fokus). Anak pengidap myopia yang terlihat mencopot kaca matanya tidak boleh dilarang untuk melakukannya karena hal ini akan memungkinkannya memperoleh tingkat magnifikasi yang konsisten dengan myopianya. Misalnya, jika anak itu adalah pengidap myopia dengan
    -10,00 D, maka titik fokus matanya yang terserang myopia itu adalah pada jarak 1/10 m (10 cm), sehingga tingkat magnifikasinya yang efektif adalah 2,5x. Begitu pula, pengidap myopia -12,00 D, jarak melihat dekatnya adalah 1/12 m (8 cm) dari mata, dan tingkat magnifikasi efektifnya adalah 3x.

    Alat-alat Magnifikasi

    Sekarang mari kita lihat alat-alat magnifikasi yang tersedia bagi anak tunanetra. Alat-alat ini secara garis besar dapat diklasifikasikan menjadi tiga kategori:

    1. Alat magnifikasi dasar berteknologi rendah:
    - alat magnifikasi genggam (hand magnifier)
    - alat magnifikasi berdiri (stand magnifier)
    - alat magnifikasi "tidur" (flat bed magnifier)
    - alat magnifikasi garis (line magnifier)

    2. Alat magnifikasi berteknologi sedang:
    - alat magnifikasi dengan bingkai kaca mata
    - alat magnifikasi teleskopik

    3. Alat magnifikasi berteknologi tinggi:
    closed circuit television (CCTV) dan magnifikasi elektronik.

    Alat-alat Magnifikasi Dasar Berteknologi Rendah

    Alat Magnifikasi Genggam
    Ini merupakan bentuk alat bantu low vision yang paling sederhana dan paling banyak dipergunakan (lihat Gambar 7.3). Kita perlu sangat berhati-hati dengan kaca pembesar ini karena tingkat magnifikasi yang dinyatakan pada alat ini mungkin tidak sesuai dengan yang dibutuhkan anak. Sebabnya adalah bahwa para produsen alat magnifikasi menggunakan formula yang berbeda-beda untuk menghitung tingkat magnifikasi bagi produknya. Di Inggris produsen menggunakan formula:

    Magnifikasi (M) = F/4

    di mana F adalah daya dioptrik alat magnifikasi itu. Di negara-negara Eropa lainnya dan di negara-negara lain formula yang dipergunakan adalah:

    M=F/4+1.

    Untuk menghindari kebingungan, sebaiknya disebutkan daya dioptrik yang dibutuhkan. Kebanyakan produsen sekarang menyebutkan daya dioptrik alat magnifikasi yang diproduksinya pada kemasannya atau dalam katalog yang diterbitkannya, sehingga tingkat magnifikasinya dapat dihitung dengan mudah.
    Di dalam kelompok alat magnifikasi genggam ini, dayanya berkisar dari +4,00 D (1x) hingga +24,00 D (6x). Dengan daya di atas ini, alat magnifikasi itu kadang-kadang disebut "loupe", dan dayanya dapat mencapai +64,00 D (16x). Model alat magnifikasi genggam ini pada umumnya adalah berupa lensa cembung tunggal (plano convex) atau lensa cembung ganda (bi convex) dengan bingkai plastik dan bertangkai. Jarak antara mata dengan alat magnifikasi genggam itu harus mendekati jarak fokus alat magnifikasi itu. Misalnya, jika alat magnifikasi itu memiliki daya +12,00 D (3x), maka harus dipegang pada jarak 8 cm dari mata. Jika anak itu memakai kaca mata baca, maka dia harus belajar menjaga agar jarak dari matanya ke alat magnifikasi itu konstan, dan mendekatkan bahan bacaannya ke arah matanya hingga fokusnya tercapai.

    Gambar 7.3

    Alat Magnifikasi Berdiri
    Seperti halnya alat magnifikasi genggam, alat magnifikasi berdiri ini mudah didapat. Seluk-beluk optika alat magnifikasi berdiri modern tidak perlu dibahas di sini. Yang lebih perlu diperhatikan adalah satu pertanyaan yang sering diajukan: "Apakah anak tunanetra sebaiknya memakai kaca mata jauhnya atau kaca mata bacanya bila menggunakan alat magnifikasi ini?" Jawabannya sederhana. Sebagai patokan, jika lensa +4,00 D diletakkan di atas alat magnifikasi itu dan citra yang dihasilkan melalui sistem gabungan ini tetap terfokus, maka anak itu harus menggunakan kaca mata bacanya. Jika citra itu tampak kabur, maka jarak bacanya harus dikoreksi.
    Alat magnifikasi berdiri tersedia dari ukuran 8,00 D (2x) hingga 80,00 D (20x), baik yang bersumber cahaya maupun yang tidak (lihat Gambar 7.4 dan 7.5). Pada jenis yang berdaya tinggi, alat magnifikasi ini biasanya dilengkapi dengan lampu sehingga permukaan bahan bacaan menjadi terang. Untuk tingkat magnifikasi yang tinggi seperti ini, dibutuhkan banyak cahaya, dan alat magnifikasi itu mungkin menggunakan tenaga listrik, batrai atau gabungan keduanya. Disarankan agar digunakan tenaga listrik karena batrai cepat sekali habisnya.





    Gambar 7.4


    Gambar 7.5

    Alat magnifikasi berdiri yang sederhana sering merupakan alat pertama yang ditawarkan kepada anak tunanetra. Jika ketajaman penglihatan anak itu cukup baik, maka alat magnifikasi dengan daya 20,00 D biasanya cocok. Bila anak kecil diberi alat magnifikasi berdiri seperti coil Horseshoe magnifier, biasanya mereka meletakkannya dengan benar di atas halaman yang akan dibacanya, melihatnya sebentar kemudian menyingkirkan alat itu untuk mengecek apakah obyek yang dilihatnya melalui alat magnifikasi tadi masih berada di tempatnya! Pada tahap inilah intervensi melalui latihan yang efektif diperlukan, dengan peragaan yang memadai.
    Alat Magnifikasi Tidur (Flat Bed Magnifier)
    Juga disebut brightfield magnifier, alat magnifikasi tidur ini diletakkan di atas kertas dan fokusnya tetap (lihat Gambar 7.6). Alat ini dirancang dengan lensa cembung tunggal dan dipergunakan dengan menempelkan bahan bacaan pada bagian yang datar dari alat magnifikasi ini. Flat bed magnifier tersedia dalam berbagai diameter dari 20 mm hingga 90 mm dan tingkat magnifikasinya berkisar dari 1,75x hingga 2,00x, meskipun perkembangan teknologi lensa akhir-akhir ini telah sedikit mempertinggi tingkat magnifikasinya hingga 2,2x. Jika seorang anak menggunakan flat bed magnifier antara 4 hingga 5 mm dari permukaan lembar kerja, ini biasanya merupakan suatu tanda bahwa dia membutuhkan tingkat magnifikasi yang lebih tinggi , atau bahwa kaca mata anak itu perlu diperiksa lagi dan diperbaharui.

    Gambar 7.6

    Flat bed magnifier diberi bingkai plastik untuk melindungi permukaan lensanya dari kerusakan. Alat magnifikasi ini dapat dipergunakan dengan memakai kaca mata baca jika efeknya dirasakan lebih baik. Kelebihan utama dari flat bed magnifier adalah bahwa alat magnifikasi ini lebih banyak menyerap cahaya. Dalam hal ini, sumber cahaya yang menyebar seperti cahaya matahari atau cahaya lampu ruanganlebih baik, karena cahaya langsung dari sebuah lampu sorot cenderung menimbulkan cahaya silau akibat pantulan dari permukaan alat ini sehingga mengurangi kinerja visual. Kelebihan lainnya adalah tidak adanya distorsi optik dan hal ini akan meningkatkan dan memelihara potensi binokuler. Kekurangannya adalah bahwa bidang pandangnya relatif sempit dan alat ini lebih berat daripada alat magnifikasi genggam ataupun alat magnifikasi berdiri.

    Alat Magnifikasi Garis (line magnifier)
    Dengan menggunakan prinsip yang sama seperti flat bed magnifier, line magnifier terbuat dari plastik optik berbentuk silinder (lihat Gambar 7.7). Alat ini diletakkan di atas lembar kerja sejajar dengan bahan bacaan, dan memiliki daya magnifikasi antara 6,00 D (1,5x) hingga 8.00 D (2x). Beberapa jenis alat magnifikasi garis memiliki skala atau garis-garis cm atau mm, dan pada umumnya ada pegangannya pada satu ujungnya untuk memudahkan penggunaannya.

    Gambar 7.7
    Alat Magnifikasi Berteknologi Menengah

    Alat Magnifikasi dengan Bingkai Kaca Mata
    Kaca mata resep pada umumnya merupakan alat bantu low vision yang paling bermanfaat yang akan dipergunakan oleh seorang anak tunanetra. Dalam bentuknya yang paling sederhana, alat ini terdiri dari lensa cembung atau positif yang diberi bingkai kaca mata. Alat ini akan memberi penggunanya bidang pandang maksimum untuk tingkat magnifikasi tertentu, dengan berat minimum dan dengan ketebalan yang wajar jika dibuat dengan bentuk yang tepat. Bila tingkat magnifikasinya tinggi, maka prisma dasarnya dimasukkan ke dalam resep pembuatan kaca mata pembesar ini untuk meningkatkan kemampuan konvergensi penggunanya. Satu contoh alat bantu low vision jenis ini adalah Coil Hyperocular range, yang tingkat magnifikasinya berkisar dari 4x (+16,00 D) hingga 12x (+48,00 D).
    Resep untuk penglihatan jauh dapat digabungkan ke dalam versi bifokal alat magnifikasi ini. Lensa bifokal disekrupkan ke bingkai pada permukaan depan kaca mata itu, untuk memungkinkan penggunanya mengubah-ubah tingkat magnifikasinya. Keeler LVA 12 adalah satu contoh alat bantu low vision jenis ini. Pengaturan bifokal dan magnifikasi ini dapat divariasikan dari 2x (+8,00 D) hingga 9x (+36,00 D). Semua lensa ada yang dari plastik sehingga ringan dan nyaman dipakai.
    Jenis alat yang "dijepitkan" merupakan versi yang disederhanakan (lihat Gambar 7.8). Terbuat dari plastik yang dicetak secara optik dengan menggabungkan unsur-unsur prisma dasar, ditempelkan dengan penjepit dari plastik pada bagian depan kaca mata, dan tersedia dalam bentuk monokuler maupun binokuler. Lensa jepit ini dapat dilipat ke atas ke luar jalur pandangan sehingga unsur penglihatan jauh kaca mata itu dapat dipergunakan. Magnifikasinya berkisar dari 2x (+8,00 D) hingga 4x (+16,00 D) secara binokuler, dan hingga 5x (+20,00 D) secara monokuler.

    Gambar 7.8

    Alat Magnifikasi Teleskopik
    Cara yang paling sederhana dan praktis untuk meningkatkan ketepatan penglihatan jauh pada anak-anak tunanetra adalah dengan memperkecil jarak antara mata dan obyek yang ingin dilihatnya. Dengan memperkecil jarak pandang dengan setengahnya, besarnya citra pada retina otomatis berlipat dua, tetapi kualitas citranya tidak terganggu. Permasalahan timbul jika jarak pandang dari mata ke obyek pandang itu tidak dapat diubah. Dalam hal seperti ini, alat bantu low vision teleskopik merupakan cara yang tepat untuk meningkatkan ketepatan penglihatan jauh itu. Teleskop ada yang dirancang untuk fokus tertentu dan ada pula yang dirancang untuk fokus yang dapat diubah-ubah, dan dapat dipergunakan dengan kaca mata ataupun tanpa kaca mata. Terdapat dua jenis dasar teleskop:
    - teleskop Galilea;
    - teleskop Kepleria, atau teleskop astronomik.
    Kedua jenis alat ini menggunakan lensa obyektif, artinya lensa diposisikan sedekat mungkin ke obyek, tetapi berbeda dalam kekuatan lensa matanya; jenis Galilea menggunakan lensa negatif (cekung), dan jenis Kepleria menggunakan lensa positif (cembung). Yang menggunakan bingkai kaca mata biasanya jenis Galilea dan dipergunakan untuk membaca, sedangkan yang digenggam mungkin dari jenis Galilea ataupun Kepleria dan biasanya dipergunakan untuk melihat jauh. Semua alat magnifikasi teleskopik dispesifikasikan dalam format A x B, di mana A adalah tingkat magnifikasi sistem itu dan B adalah diameter (dalam milimeter) lensa obyektifnya.

    Teleskop dengan Fokus Yang Dapat Diubah-ubah (Variable Focus Telescopes)
    Alat magnifikasi jenis ini dapat diubah-ubah jaraknya antara lensa obyektif dan lensa matanya, sehingga kisaran fokusnya luas. Lensa-lensanya tersimpan dalam bingkai pelindung dari logam sehingga terhindar dari kerusakan oleh debu. Dengan memutar pelindung logamnya, teleskop ini berubah fokusnya dari jauh ke dekat. Contoh teleskop dengan fokus yang dapat diubah-ubah ini antara lain adalah Eschenbach, teleskop monokuler untuk fokus pendek, dan teleskop monokuler Keeler 8x. Alat magnifikasi teleskopik Keeler itu terutama bagus karena dilapisi karet pelindung sehingga sangat tercegah dari kerusakan akibat benturan (lihat Gambar 7.9).

    Gambar 7.9
    Teleskop yang diimpor dari Jepang menggunakan optik yang sangat baik, lensa anti-pantul dan magnifikasinya antara 2,75x hingga 10x. Kebanyakan teleskop jenis ini adalah teleskop genggam, tetapi yang dayanya rendah dapat ditempelkan ke kaca mata dengan sebuah klip. Jika anak tunanetra mempunyai ketajaman penglihatan yang hampir sama pada kedua matanya, maka dua teleskop jenis ini dapat diberi bingkai kaca mata dan berfungsi sebagai alat magnifikasi binokuler, juga dengan menggabungkannya dengan kaca mata resepnya.
    Teleskop dengan Jarak Fokus Tertentu (Fixed Focus Telescopes)
    Alat ini tidak dapat diubah-ubah jarak fokusnya seperti yang digambarkan di atas, dan oleh karenanya hanya dapat dipergunakan bersama-sama dengan kaca mata jauh yang diresepkan bagi anak yang bersangkutan. Alat magnifikasi ini terutama dipergunakan untuk melihat jauh. Contoh alat ini adalah teleskop kecil pada Gambar 7.10.
    Teleskop dengan fokus tertentu untuk jarak dekat juga dapat ditempelkan pada lensa kaca mata dan dipergunakan bersama-sama dengan kaca mata resep. Carl Zeiss dan Eschenbach memproduksi teleskop jenis ini untuk berbagai jarak. Teleskop dengan fokus tertentu untuk jarak jauh juga dibuat dalam bentuk binokuler, seperti jenis binokuler untuk teater.

    Gambar 7.10

    Alat-alat Magnifikasi Berteknologi Tinggi

    Closed circuit television (CCTV)
    CCTV kini cenderung dipergunakan untuk anak-anak yang menyandang ketunanetraan yang lebih berat yang membutuhkan tingkat magnifikasi yang lebih tinggi daripada yang dapat diperoleh dari alat optik. CCTV terdiri dari sebuah kamera televisi yang diletakkan di atas sebuah meja X Y yang dapat dipindah-pindahkan dan dihubungkan ke monitor tayangan video (lihat Gambar 7.11). Pada umumnya kamera itu terpaku, menunjuk ke bawah ke arah penyimpan bahan bacaan, sehingga bahan bacaan harus diletakkan tepat di bawah lensa kamera. Penyimpan bahan bacaan itu tidak dapat diatur ketinggiannya sehingga magnifikasi hanya dapat diperoleh secara elektronik atau dengan menggunakan "zoom camera". Magnifikasi berkisar dari 2x hingga 100x. Sebaiknya menggunakan monitor berkualitas baik yang frekuensi kerdipannya lebih besar dari 50 Hertz (Hz), karena ini dapat menghilangkan kerdipan listrik yang mengurangi ketajaman penglihatan pada penyandang low vision. Sistem modern dibuat dengan frekuensi kerdipan di atas 60 Hz.
    Gambar 7.11

    CCTV tersedia dalam versi monokrom (hitam-putih) ataupun warna. Penggunaan CCTV warna untuk anak-anak pengidap disfungsi macula patut dipertanyakan karena sistem yang hitam-putih biasanya akan memberikan hasil yang lebih baik. Dua opsi yang tersedia pada CCTV monokrom adalah menayangkan tulisan hitam pada latar putih atau menggunakan sistem negatif untuk menayangkan tulisan putih pada latar hitam. Telah ditemukan bahwa menggunakan tulisan putih pada latar hitam lebih nyaman dan memberikan ketajaman yang lebih baik bagi mereka yang mengidap retinitis
    pigmentosa.
    Kelebihan dari sistem CCTV adalah kemampuannya untuk memvariasikan iluminasinya dan kekontrasan citra yang dihasilkannya. Seorang anak tunanetra sering lebih menyukai kekontrasan yang lebih tinggi daripada yang terdapat pada dokumen aslinya. Pengalaman telah menunjukkan bahwa anak yang mengidap kondisi macula degeneratif dan mereka yang kehilangan kebeningan pada media optiknya membutuhkan cahaya yang lebih terang dan kekontrasan yang lebih tinggi.
    Sistem CCTV yang lebih kompleks mungkin menyediakan beberapa fitur tambahan. Sistem ini mungkin dapat dihubungkan ke mesin tik atau komputer. Sebuah kamera jarak jauh mungkin juga tersedia, sehingga papan tulis maupun bahan bacaan dapat terbaca. Dalam hal ini, CCTV itu perlu dilengkapi dengan layar monitor yang dapat terbagi sehingga tulisan jarak jauh dapat terlihat pada satu sisi layar itu dan bahan bacaan ditayangkan pada sisi lainnya. Juga memungkinkan untuk "menutupi" bagian-bagian tertentu dari layarnya so that sehingga hanya satu baris tulisan saja yang terlihat. Dalam mode hitam-putih, bagian layar yang tertutupi itu tampak hitam, dan dalam mode putih-hitam bagian yang tertutupi itu tampil putih. Terdapat juga fasilitas untuk menggarisbawahi teks.
    Tentu saja banyak masalah yang terkait dengan sistem CCTV dibandingkan dengan alat-alat optik yang sederhana. CCTV lebih mahal dan tidak mudah dibawa-bawa. Untuk mengatasi hal yang kedua tersebut, dalam beberapa tahun terakhir ini telah diperkenalkan kamera genggam seperti mouse komputer yang dapat dihubungkan ke pesawat televisi biasa (lihat Gambar 7.12). Kisaran magnifikasinya bervariasi, tergantung pada besarnya layar, tetapi dengan layar datar modern yang lebih besar, magnifikasinya dapat mencapai 25x. Semua sistem dengan model genggam ini kini hanya tersedia dengan tayangan hitam-putih; akan tetapi, sistem warna pun akan tersedia dalam waktu dekat ini.

    Penggunaan CCTV dengan Kombinasi Alat-alat Lain
    Alat-alat bantu low vision lainnya dapat dipergunakan dengan CCTV. Misalnya, alat magnifikasi garis yang dipasang pada kedua tepi layar monitor dapat merupakan cara yang efektif untuk meningkatkan magnifikasi dari CCTV. Selain itu, sebuah alat magnifikasi genggam dapat diberi standar yang fleksibel seperti standar lampu baca, sehingga dengan mudah dapat didorong ke depan layar dan ditarik kembali jika tidak diperlukan. Satu cara lain untuk meningkatkan magnifikasi CCTV adalah dengan menghubungkannya ke sistem komputer, dan untuk ihni diperlukan perangkat lunak khusus.
    Gambar 7.12

    Lensa Filter

    Pada bagian awal bab ini, penekanan diberikan pada penggunaan cahaya bila menangani anak-anak penyandang ketunanetraan. Secara umum, ditingkatkannya iluminasi itu sangat penting untuk ketepatan, kenyamanan dan kecepatan membaca. Akan tetapi, dalam beberapa kondisi medis tertentu, cahaya justru mengganggu penglihatan dan mengurangi ketajamannya. Anak-anak yang mengidap disfungsi cone, achromatopsia, albinism, katarak yang tidak dioperasi dan cidera pada cornea, kesemuanya cenderung mengurangi penglihatan bila cahaya terlalu terang; dan mempersempit bidang yang tidak terfokus serta mengurangi tebaran cahaya yang mencapai retina dapat sangat membantu. Typoscope, yaitu kaca hitam yang menutupi halaman bacaan kecuali untuk satu baris tulisan yang terekspos melalui satu celah horisontal, dapat mengurangi tebaran cahaya dengan mengurangi jumlah pantulan cahaya pada halaman putih. Untuk melihat jauh dapat dipergunakan kaca mata hitam khusus. Akan tetapi kaca mata hitam biasa tidak akan baik. Pengalaman menunjukkan bahwa kaca mata warna tidak cukup gelap untuk dapat bermanfaat bagi anak tunanetra, dan, dalam kasus lensa fotokromik, kisaran perubahannya kurang dari yang dibutuhkan. Bagi banyak orang, semakin gelap lensa yang diresepkan baginya, akan semakin nyaman penglihatannya.
    Akhir-akhir ini, lensa kaca mata hitam telah dikembangkan khusus bagi penyandang ketunanetraan, yaitu kaca mata hitam dengan lensa filter, yang disebut lensa CPF, yang tersedia dari Corning. Penggunaan filter ini memberikan kenyamanan bagi banyak orang. Mereka yang mengalami kondisi patologis sebagaimana disebutkan di atas mendapati bahwa ketajaman penglihatannya meningkat dengan satu baris pada Snellen chart bila memakai lensa ini.

    Pemberian Alat Bantu Low Vision

    Faktor-faktor psikologis perlu dipertimbangkan bila akan memberikan alat bantu low vision kepada anak tunanetra. Tidak akan ada artinya memberikan alat-alat bantu low vision kepadanya jika anak itu menolak untuk menggunakannya. Memaksa anak itu agar mau menggunakan alat tertentu dapat mengakibatkan dia berontak dan tidak mau mengakui keuntungan yang dapat diperolehnya dari alat itu. Penting bagi orang tua untuk turut merasakan beban psikologis dalam proses penerimaan ini, dan hubungan komunikasi antara orang tua dan tim pembina penglihatan anak harus dipelihara demi memaksimalkan potensi anak untuk perkembangan visualnya lebih lanjut. Masa remaja masih merupakan batu sandungan dalam rehabilitasi low vision. Anak yang senang menggunakan alat-alat bantu low vision pada usia 12 tahun sering menolak untuk menggunakannya pada masa remajanya. Pemilihan alat yang diresepkan berdasarkan suatu asesmen low vision tertentu harus mempertimbangkan segi kosmetik dan lingkungan tempat alat tersebut harus dipergunakan. Penerimaan terhadap alat optik yang rumit sering sulit, dan ini akan dapat diatasi apabila pemberian dan penggunaannya dibarengi sikap santai. Memaksa anak menggunakannya dalam situasi tertentu dapat mengakibatkan dia tidak mau menggunakan alat itu sama sekali.

    Kesimpulan

    Anak-anak penyandang ketunanetraan mungkin dapat terbantu dengan berbagai alat bantu low vision dan seyogyanya didorong untuk menggunakannya baik di rumah, di sekolah maupun di tempat bermain. Anak sering menolak alat-alat bantu low vision pada asesmen pertamanya, tetapi tim pembina penglihatan anak seyogyanya tidak menyerah melainkan mendorong anak pada setiap asesmen untuk mau bereksperimen dengan berbagai alat yang tingkat magnifikasinya cocok. Dorongan dan latihan yang tepat dalam penggunaan alat-alat ini dapat membuat anak sedikit demi sedikit mau menerimanya. Latihan dalam penggunaan alat-alat bantu low vision optik maupun non-optik harus diberikan kepada anak agar mereka mampu menggunakannya semaksimal mungkin. Asesmen yang rutin dan tindak lanjutnya sebaiknya dilakukan setiap enam bulan, atau dapat juga lebih cepat jika anak, guru atau orang tua menghendakinya. Informasi lebih lanjut mengenai latihan penggunaan alat-alat bantu low vision dapat diperoleh dalam video yang berjudul Low Vision Aids Effective Management of Children With a Visual Impairment, yang diproduksi oleh the University of Birmingham.

    Catatan: Untuk gambar, silakan anda lihat buku aslinya.

    Labels:

    :)

    Anda ingin mencari artikel lain? Silakan isi formulir pencarian di bawah ini. :)
    Google
  • Kembali ke DAFTAR ISI