DOCTYPE html PUBLIC "-//W3C//DTD XHTML 1.0 Strict//EN" "http://www.w3.org/TR/xhtml1/DTD/xhtml1-strict.dtd"> Didi Tarsidi: Counseling, Blindness and Inclusive Education: Konsep Impairment dan Disability Menurut ICF
  • HOME


  • Guestbook -- Buku Tamu



    Anda adalah pengunjung ke

    Silakan isi Buku Tamu Saya. Terima kasih banyak.
  • Lihat Buku Tamu


  • Comment

    Jika anda ingin meninggalkan pesan atau komentar,
    atau ingin mengajukan pertanyaan yang memerlukan respon saya,
    silakan klik
  • Komentar dan Pertanyaan Anda




  • Contents

    Untuk menampilkan daftar lengkap isi blog ini, silakan klik
  • Contents -- Daftar Isi




  • Izin

    Anda boleh mengutip artikel-artikel di blog ini asalkan anda mencantumkan nama penulisnya dan alamat blog ini sebagai sumber referensi.


    05 June 2016

    Konsep Impairment dan Disability Menurut ICF


    Oleh Didi Tarsidi

    Dalam International Classification of Impairments, Disabilities and Handicaps (ICIDH – WHO, 1980), Organisasi Kesehatan Dunia mendefinisikan istilah “impairment”, “disability” dan “handicap”; tetapi dalam International Classification of Functioning, Disability and Health (ICF), WHO (2001) istilah handicap itu dihilangkan dan konsepnya diintegrasikan ke dalam konsep disability.

    Apa Itu Impairment?
    Dalam ICF (WHO, 2001) “impairment” didefinisikan sebagai “problems in body function and structure such as significant deviation or loss”.
    Itu artinya impairment adalah masalah yang terjadi pada fungsi dan struktur tubuh. Masalah tersebut dapat diakibatkan karena kehilangan suatu organ tubuh atau karena adanya penyimpangan yang signifikan dalam struktur dan/atau fungsinya. ICF menjelaskan bahwa fungsi tubuh adalah fungsi fisiologis pada system tubuh (termasuk fungsi psikologis); sedangkan yang dimaksud dengan struktur tubuh adalah bagian-bagian anatomi tubuh seperti organ-organ tubuh, anggota badan dan komponen-komponennya.
    Sebagai contoh, seseorang dapat dikatakan sebagai menyandang “visual impairment” apabila dia kehilangan bola matanya atau terdapat penyimpangan yang signifikan dalam struktur dan fungsi matanya.
    Lalu, apa padanan istilah impairment itu dalam bahasa Indonesia? Menurut pendapat saya, yang paling mendekati adalah “ketunaan”. Kamus Besar Bahasa Indonesia mendefinisikan ketunaan sebagai luka, kerusakan, kekurangan atau kehilangan.
    Oleh karenanya, sebagai contoh, cukup tepat apabila kita menerjemahkan istilah “visual impairment” dengan “ketunanetraan”, atau “visually impaired” dengan “tunanetra”.

    Apa Itu Disability?
    ICF (WHO, 2001), menyatakan bahwa “Disability is the umbrella term for any or all of: an impairment of body structure or function, a limitation in activities, or a restriction in participation”.
    Ini berarti bahwa seseorang dikatakan menyandang “disability” apabila dia mengalami salah satu atau semua hal berikut: ketunaan (impairment), keterbatasan dalam aktivitas, dan hambatan partisipasi dalam kegiatan kehidupan di masyarakat.

    Apa padanan istilah “disability” itu dalam bahasa Indonesia? Diskusi yang telah dilaksanakan dalam berbagai forum ilmiah tidak berhasil menemukan istilah Indonesia yang sepadan artinya dengan disability sehingga akhirnya diputuskan untuk menyerap istilah bahasa Inggris ini dengan didasarkan pada kaidah pembentukan istilah serapan dalam bahasa Indonesia menjadi “disabilitas”. Istilah “disabilitas” ini telah diadopsi dalam Undang-undang RI nomor 8 tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas.
    Kelompok tertentu memang lebih menyukai istilah “difabel” yang diserap dari akronim “diffable” (differently able) yang pertama kali dilontarkan oleh seseorang dari Thailand dalam the Asian Conference on Blindness di Singapura pada tahun 1981. Menurut saya, akronim tersebut tidak tepat secara konsep maupun secara linguistic.

    Keterbatasan dalam aktivitas dan hambatan partisipasi dalam kegiatan kehidupan di masyarakat yang dialami oleh para penyandang disabilitas sangat ditentukan oleh factor lingkungan. Factor lingkungan itu terdiri dari lingkungan fisik, lingkungan social dan sikap masyarakat tempat individu tinggal dan melaksanakan kegiatan kehidupannya. Sikap yang positif dan suportif serta lingkungan fisik yang aksesibel dapat mengurangi kadar disabilitas seseorang atau bahkan menghilangkannya.

    Menurut konsep ICF, disabilitas seseorang itu merupakan interaksi yang dinamis antara ketunaan dan factor lingkungan. Interaksi tersebut dapat memfasilitasi ataupun menghambat keberfungsiannya di masyarakat.
    Berdasarkan konsep di atas, Convention on the Rights of Persons with Disabilities (CRPD, Resolusi PBB nomor 61/106 tahun 2006), menegaskan bahwa "disability is an evolving concept and that disability results from the interaction between persons with impairments and attitudinal and environmental barriers that hinders their full and effective participation in society on an equal basis with others". Semakin positif interaksi tersebut, maka akan semakin rendah tingkat disabilitas itu.

    Sebagai contoh, orang yang kehilangan fungsi kakinya (tunadaksa) akan mengalami keterbatasan dalam melakukan mobilitas dan akibatnya dapat terhambat dalam berpartisipasi dalam banyak kegiatan kehidupan sehari-hari di masyarakat. Akan tetapi, apabila lingkungan sosialnya bersikap positif dan suportif sehingga mereka terdorong untuk menyediakan kursi roda dan menciptakan lingkungan fisiknya lebih aksesibel dengan menyediakan ramp atau lift demi membantu individu tersebut memenuhi hak-haknya untuk melakukan mobilitas dan berpartisipasi dalam berbagai kegiatan masyarakat, maka kadar disabilitasnya itu akan sangat berkurang.
    Contoh di atas menunjukkan bahwa disabilitas itu tidak hanya ditentukan oleh ketunaannya melainkan juga ditentukan oleh factor lingkungan. Dengan kata lain, lingkungan sejauh tertentu bertanggung jawab atas terjadinya disabilitas. Konsep disabilitas seperti ini dikenal dengan konsep yang didasarkan atas “social model of disability”. Untuk informasi lebih lanjut mengenai model-model disabilitas, silakan kunjungi tautan berikut: http://d-tarsidi.blogspot.co.id/2011/09/model-model-disabilitas-medical-model.html
    Apakah ketunaan selalu mengakibatkan disabilitas?
    Itu tergantung pada dua factor: factor tingkat keparahan ketunaan dan factor interaksi dengan lingkungan. Misalnya, seorang gadis yang mempunyai noda bekas cedera pada pipinya seharusnya tidak mengalami disabilitas. Akan tetapi, apabila lingkungan sosialnya selalu memperhatikan noda itu dengan pandangan mencemooh dan berlaku diskriminatif terhadapnya sehingga sang gadis dihambat untuk berpartisipasi dalam berbagai kegiatan di masyarakat, maka lingkungannya telah membuatnya menjadi seorang penyandang disabilitas.

    Apakah ketunaan dapat disembuhkan?
    Ketunaan adalah kondisi, bukan penyakit. Seseorang yang sangat terganggu penglihatannya karena suatu penyakit mata dan masih dalam perawatan medis, dia tidak dapat dikatakan tunanetra, dia hanya sedang sakit mata. Dia baru dapat dikatakan sebagai seorang tunanetra ketika dokter mata menyatakan bahwa tidak ada lagi perlakuan medis yang dapat dilakukan untuk memulihkan penglihatannya. (Satu definisi menentukan bahwa seseorang dapat dikatakan tunanetra apabila setelah mendapat koreksi, mata terbaiknya hanya memiliki visus 20/200 (feet) atau kurang, dan lapang pandangnya (visual field) tidak lebih dari 20 derajat.

    Apakah istilah “anak berkebutuhan khusus” (ABK) menggantikan istilah “anak penyandang disabilitas” atau “penyandang ketunaan”?
    Anak penyandang ketunaan memang dapat dikatakan sebagai ABK, tetapi patut diingat bahwa kebutuhan khusus tidak selalu diakibatkan oleh ketunaan. Kebutuhan khusus dapat diakibatkan oleh factor-faktor lain seperti factor ekonomi, factor social, keadaan sakit, bahkan juga karena keberbakatan (giftedness) dll.

    Dokumen ICF selengkapnya dapat diunduh dari tautan berikut: http://psychiatr.ru/download/1313?view=name=CF_18.pdf

    Labels:

    :)

    Anda ingin mencari artikel lain? Silakan isi formulir pencarian di bawah ini. :)
    Google
  • Kembali ke DAFTAR ISI