DOCTYPE html PUBLIC "-//W3C//DTD XHTML 1.0 Strict//EN" "http://www.w3.org/TR/xhtml1/DTD/xhtml1-strict.dtd"> Didi Tarsidi: Counseling, Blindness and Inclusive Education: Pemenuhan Hak-hak Penyandang Disabilitas di Indonesia
  • HOME


  • Guestbook -- Buku Tamu



    Anda adalah pengunjung ke

    Silakan isi Buku Tamu Saya. Terima kasih banyak.
  • Lihat Buku Tamu


  • Comment

    Jika anda ingin meninggalkan pesan atau komentar,
    atau ingin mengajukan pertanyaan yang memerlukan respon saya,
    silakan klik
  • Komentar dan Pertanyaan Anda




  • Contents

    Untuk menampilkan daftar lengkap isi blog ini, silakan klik
  • Contents -- Daftar Isi




  • Izin

    Anda boleh mengutip artikel-artikel di blog ini asalkan anda mencantumkan nama penulisnya dan alamat blog ini sebagai sumber referensi.


    03 December 2018

    Pemenuhan Hak-hak Penyandang Disabilitas di Indonesia




    DR. Didi Tarsidi, M.Pd. School of Postgraduates UPI
    Disajikan pada
    International Conference on Sustainability Development Goals for Persons with Disabilities
    Yogyakarta, Indonesia, 23-25 November 2018


    Pendahuluan

    Para penyandang disabilitas memiliki hak-hak yang sama seperti semua orang lain. Namun demikian, karena sejumlah alasan tertentu mereka sering menghadapi hambatan sosial, hukum dan praktik dalam menuntut hak asasinya atas dasar kesamaan hak dengan orang lain. Keadaan seperti ini biasanya disebabkan mispersepsi dan sikap negatif terhadap disabilitas.

    Para penyandang disabilitas telah lama berjuang agar hak asasi manusia mereka diakui secara resmi dalam hukum hak asasi manusia. Oleh karena itu, mereka telah menjadi lebih bersemangat ketika pada tahun 2006 Majelis Umum PBB mengadopsi Konvensi tentang Hak-hak Penyandang Disabilitas (CRPD), konvensi pertama yang secara khusus mengatur hak asasi manusia penyandang disabilitas. Namun, konvensi ini tidak menciptakan hak-hak baru atau khusus bagi penyandang disabilitas, ini hanya berusaha membuat hak-hak mereka “tampak lebih nyata".

    CRPD diratifikasi di Indonesia pada tahun 2011 dengan UU No. 19/2011. Setelah itu, undang-undang baru, UU No. 8/2016 tentang Penyandang disabilitas (selanjutnya disebut sebagai UPD2016) ditetapkan pada tahun 2016. Isi undang-undang ini sejalan dengan CRPD PBB, dan menggantikan UU No. 4 tahun 1997 tentang Penyandang Cacat.

    UPD2016 menekankan untuk menghormati, melindungi, dan memenuhi hak dalam 22 bidang termasuk hak yang paling diperjuangkan, yaitu aksesibilitas, pendidikan, dan pekerjaan, yang akan menjadi fokus diskusi saya.

    Pemenuhan Hak Aksesibilitas

    Hak untuk aksesibilitas diatur dalam pasal 9 CRPD dan dalam pasal 18 dan artikel terkait lainnya pada UPD2016.
    CRPD menetapkan bahwa, untuk memungkinkan para penyandang disabilitas hidup mandiri dan berpartisipasi penuh dalam segala aspek kehidupan, atas dasar kesetaraan dengan orang lain, Negara-negara Pihak harus mengambil langkah-langkah yang tepat untuk memastikan agar para penyandang disabilitas dapat mengakses lingkungan fisik, transportasi, informasi dan komunikasi, termasuk teknologi dan sistem informasi dan komunikasi, dan fasilitas dan layanan lain yang terbuka atau disediakan untuk umum, baik di perkotaan maupun di daerah pedesaan.

    Langkah-langkah ini, yang harus mencakup identifikasi dan penghapusan rintangan dan hambatan untuk aksesibilitas, hendaknya berlaku, antara lain, untuk:
    (a) Bangunan, jalan, transportasi dan fasilitas dalam ruangan dan luar ruangan lainnya, termasuk sekolah, perumahan, fasilitas medis dan tempat kerja;
    (b) Informasi, komunikasi, dan layanan lainnya, termasuk layanan elektronik dan layanan darurat.

    Aksesibilitas Lingkungan Fisik

    Mengenai aksesibilitas lingkungan fisik, Indonesia memiliki Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 30 / PRT / M / 2006 tentang Pedoman Teknis untuk Fasilitas dan Aksesibilitas Bangunan dan Lingkungan. Peraturan ini telah diberlakukan sejak tahun 2006 tetapi implementasinya di masyarakat belum sepenuhnya terwujud. Namun, sangat menggembirakan bahwa beberapa aspek bangunan dan lingkungan di beberapa kota besar telah dibuat aksesibel; misalnya pemasangan landaian (ramp) dan jalur pemandu, tanda-tanda audio dan taktual untuk kepentingan pengguna kursi roda dan orang-orang tunanetra. Diharapkan bahwa pemberlakuan UPD2016 akan lebih mendorong pemasangan fitur aksesibilitas di gedung-gedung publik dan lingkungan fisik di Indonesia yang akan menguntungkan semua orang dengan berbagai kategori disabilitas.

    Aksesibilitas Transportasi Publik

    Ketentuan tentang hak penyandang disabilitas terhadap aksesibilitas angkutan umum tertuang dalam Peraturan Menteri Perhubungan Republik Indonesia Nomor PM 98 tahun 2017 tentang Penyediaan Aksesibilitas pada Pelayanan Jasa Transportasi Publik bagi Pengguna Jasa Berkebutuhan Khusus.
    Peraturan tersebut antara lain mengatur bahwa aksesibilitas bagi pengguna jasa berkebutuhan khusus sekurang-kurangnya mencakup:
    a. alat bantu untuk naik dan turun kendaraan;
    b. pintu yang aman dan mudah diakses;
    c. informasi audio/visual tentang perjalanan yang mudah di akses;
    d. Tanda/petunjuk khusus pada area pelayanan di sarana transportasi yang mudah di akses;
    e. tempat duduk prioritas dan toilet yang mudah diakses; dan
    f. penyediaan fasilitas bantu yang mudah di akses, aman dan nyaman.

    Seperti yang dapat diduga, fasilitas-fasilitas ini belum sepenuhnya tersedia dan bahkan sangat jarang ditemukan di fasilitas layanan transportasi umum karena memang peraturan ini baru berusia satu tahun. Pasal 8 dari peraturan tersebut menyatakan bahwa penyediaan aksesibilitas untuk penumpang dengan kebutuhan khusus harus tersedia secara bertahap. Namun, ada tanda-tanda yang menunjukkan bahwa perhatian khusus telah mulai diberikan kepada para penyandang disabilitas. Sebagai contoh, pemerintah kota Bandung telah menyediakan beberapa unit bus yang dirancang khusus untuk penumpang berkursi roda.
    Mungkin sebagian berkat UPD2016 DAN peraturan menteri DI ATAS, dan sebagian lagi karena upaya-upaya advokasi YANG dilakukan oleh organisasi penyandang disabilitas, kini telah ada peningkatan yang signifikan dalam layanan penerbangan bagi para penumpang penyandang disabilitas. Hingga beberapa tahun yang lalu, sering terjadi penolakan oleh maskapai penerbangan terhadap penumpang penyandang disabilitas. Sekarang di sejumlah bandara sudah tersedia meja layanan khusus untuk penumpang penyandang disabilitas, dan beberapa maskapai bahkan menyediakan LEMBAR INFORMASI DALAM Braille.

    Aksesibilitas Informasi dan Komunikasi

    UPD2016 menegaskan bahwa para penyandang disabilitas memiliki hak atas informasi dalam format yang aksesibel tentang berbagai layanan publik yang tersedia untuk semua warga negara lainnya. Wujud aksesibilitas tersebut seyogyanya disesuaikan dengan kebutuhan khusus masing-masing kategori disabilitas, dapat berupa tulisan Braille, audio, cetak besar, informasi elektronik, bahasa isyarat, bahasa yang disederhanakan, atau komunikasi augmentatif.
    Sejauh ini, penyediaan informasi dalam format aksesibel tersebut tampaknya masih menjadi tugas khusus lembaga-lembaga pelayanan bagi penyandang disabilitas. Jika tidak tersedia, informasi itu dapat diakses dengan bantuan teknologi asistif seperti komputer dan smartphone yang dilengkapi dengan software pembaca layar bersuara yang dapat diperoleh oleh para penyandang disabilitas yang mampu membelinya di pasar terbuka. Sayangnya mereka yang cukup beruntung seperti ini persentasenya masih sangat kecil terutama diakibatkan oleh hambatan ekonomi. Pemerintah di sejumlah negara memiliki skema khusus untuk membantu para penyandang disabilitas mendapatkan teknologi asistif semacam itu.

    Pemenuhan Hak Pendidikan

    Hak pendidikan para penyandang disabilitas ditegaskan dalam pasal 24 CRPD dan dalam pasal 40-43 UPD2016.
    Dalam UPD2016, hak atas pendidikan mencakup hak untuk memperoleh pendidikan di sekolah khusus ataupun di sekolah umum dengan layanan pendidikan inklusif. Demi keberhasilan pendidikannya, penyandang disabilitas berhak mendapatkan keterampilan kompensatorik yang sesuai dengan kebutuhan khususnya, dan mereka juga berhak memperoleh akomodasi yang layak.
    Contoh keterampilan kompensatorik adalah keterampilan menulis Braille dan keterampilan orientasi dan mobilitas bagi tunanetra, dan keterampilan bahasa isyarat bagi tunarungu.
    Akomodasi yang Layak adalah modifikasi dan penyesuaian yang tepat dan diperlukan untuk menjamin penikmatan atau pelaksanaan semua hak asasi manusia dan kebebasan fundamental untuk Penyandang Disabilitas berdasarkan kesetaraan.

    Penyediaan layanan pendidikan bagi para penyandang disabilitas oleh pemerintah Indonesia telah dilakukan sejak awal kemerdekaan Republik Indonesia, ketika Undang-Undang Pendidikan pertama dikeluarkan pada tahun 1952. Undang-Undang Pendidikan tersebut menetapkan bahwa layanan pendidikan khusus diselenggarakan bagi para penyandang disabilitas. Pemberlakuan undang-undang tersebut telah mendorong pendirian sejumlah sekolah khusus baru bagi anak-anak penyandang disabilitas dari berbagai kategori disabilitas.

    Pada akhir tahun 1970-an pendidikan terpadu mulai dikembangkan, dan menjelang akhir 1990-an pengembangan pendidikan inklusif dimulai. Saat ini, pelaksanaan pendidikan inklusif di pendidikan dasar dan menengah didasarkan atas Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 70 Tahun 2009 tentang Pendidikan Inklusif bagi Peserta Didik yang Memiliki Kelainan dan Memiliki Potensi Kecerdasan dan/atau Bakat Istimewa.

    Data statistik Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan 2017 menunjukkan bahwa terdapat 2070 sekolah khusus di Indonesia dengan 121.244 siswa. Selain itu, menurut data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas), sekitar 500 ribu anak dengan kebutuhan khusus bersekolah di sekolah umum dengan layanan pendidikan inklusif. Meskipun angka partisipasi sekolah anak-anak berkebutuhan khusus itu meningkat secara signifikan, namun UNICEF Indonesia mengatakan bahwa 67 persen anak usia sekolah dengan disabilitas belum terjangkau oleh layanan pendidikan formal.

    Di pihak lain, layanan pendidikan bagi penyandang disabilitas di pendidikan tinggi didasarkan pada Peraturan Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Nomor 46 tahun 2017 tentang Pendidikan Khusus dan Pendidikan Layanan Khusus. Lebih jauh, Direktorat Jenderal Pembelajaran dan Kemahasiswaan, Kementerian Riset dan Teknologi dan Pendidikan Tinggi, juga telah menerbitkan Panduan untuk Layanan Mahasiswa Penyandang Disabilitas di Universitas. Menurut artikel berita di halaman Direktorat Jenderal Pembelajaran dan Kemahasiswaan (belmawa.ristekdikti.go.id, 09/05/2018), saat ini lebih dari 70 universitas di Indonesia telah menerima mahasiswa penyandang disabilitas. Lebih dari 400 mahasiswa dengan berbagai kategori disabilitas terdaftar berkuliah di berbagai disiplin ilmu.

    Pemenuhan Hak Bekerja dan Pekerjaan

    Hak untuk bekerja dan pekerjaan tercantum dalam Pasal 27 dari CRPD dan dalam Pasal 11 dan pasal-pasal terkait lainnya dari UPD2016. Pasal-pasal ini menegaskan pengakuan akan hak penyandang disabilitas untuk bekerja, atas dasar kesetaraan dengan orang-orang lain, yang mencakup hak atas kesempatan untuk bekerja wiraswasta atau diterima di pasar kerja terbuka dalam lingkungan kerja yang inklusif dan aksesibel bagi penyandang disabilitas.
    UPD2016 juga menetapkan kuota sekurang-kurangnya dua persen pekerjaan di lembaga pemerintah dan perusahaan milik negara, dan sekurang-kurangnya satu persen pekerjaan di perusahaan suasta, bagi pekerja dengan disabilitas.

    Menurut Demographic Institute, Universitas Indonesia (2014), penyandang disabilitas cenderung memilih berwirasuasta, meskipun mereka melaporkan mengalami kesulitan memperoleh akses ke kredit agar dapat membangun bisnisnya. Sejumlah penyandang disabilitas melaporkan keberhasilan mendapatkan pekerjaan tetapi mendapati bahwa peraturan perundang-undangan dan program-program yang ada tidak begitu membantu. Tidak ada upaya-upaya yang sistematik untuk membuat program pelatihan yang diselenggarakan oleh pemerintah itu efektif atau untuk menegakkan peraturan perundang-undangan tentang disabilitas dan penempatan kerja penyandang disabilitas. Banyak orang yang merasa kurang mendapat pelatihan, pendidikan, dan akses.

    Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Institute for Economic and Social Research, Universitas Indonesia (2017), menunjukkan bahwa partisipasi penyandang disabilitas dalam angkatan kerja perburuhan jauh lebih rendah daripada mereka yang non-disabilitas. Ini merupakan indikasi tingkat putus asa yang lebih tinggi di kalangan para penyandang disabilitas untuk mau terlibat dalam angkatan perburuhan. Sehubungan dengan ini, terdapat tingkat yang lebih tinggi di kalamgan penyandang disabilitas untuk lebih memilih kegiatan lain (bukan rumah tangga dan bukan sekolah) daripada bekerja. Dengan memperhitungkan sektor dan status pekerjaan, para penyandang disabilitas cenderung memilih status pekerjaan informal dan masuk ke dalam angkatan kerja berikut: sektor pertanian, pekerja mandiri, pekerjaan berbasis rumahan, daerah pedesaan, dan pencarian kerja informal. Dalam hal fasilitas kerja dan tunjangan jabatan, penyandang disabilitas cenderung mendapatkan fasilitas yang kurang memadai dan tunjangan yang lebih rendah.

    Sesungguhnya sejumlah upaya telah dilakukan oleh pemerintah Indonesia untuk memperluas kesempatan kerja bagi penyandang disabilitas. Antara lain adalah sebagai berikut:
     Menyelenggarakan job fair dan expo produk-produk karya penyandang disabilitas;
     Menganugerahkan tanda penghargaan kepada perusahaan yang banyak mempekerjakan penyandang disabilitas;
     Menyelenggarakan pelatihan entrepreneurship bagi penyandang disabilitas;
     Memfasilitasi perusahaan yang hendak merekrut tenaga kerja penyandang disabilitas;
     Mengalokasikan kuota bagi penyandang disabilitas dalam perekrutan CPNS (meskipun kuotanya belum mencapai dua persen sebagaimana diamanatkan oleh UPD2016).

    Kesimpulan

    Kita dapat menyimpulkan bahwa, dalam hal legislasi, hak-hak penyandang disabilitas di Indonesia sudah dijamin dengan baik. Selain LPD2016, terdapat juga berbagai peraturan perundang-undangan lain yang mendukung penguatan hak-hak penyandang disabilitas sebagai warga negara. Yang memerlukan lebih banyak perhatian dan upaya yang lebih serius adalah implementasi peraturan perundang-undangan tersebut agar hak-hak itu terpenuhi. Jenis-jenis upayanya juga sudah beragam, baik yang diprakarsai oleh pemerintah maupun oleh organisasi masyarakat. Jelas yang perlu ditingkatkan adalah frekuensi upaya-upaya tersebut dan ruang lingkup sasarannya sehingga menjangkau lebih banyak orang, baik penyandang disabilitas maupun non-disabilitas, sehingga lebih banyak hak penyandang disabilitas dapat terpenuhi. Untuk mencapai tujuan ini, juga sangat penting untuk memberikan pelatihan kesadaran hak penyandang disabilitas kepada publik.

    Referensi

    Adioetomo, Daniel Mont and Irwanto (Demographic Institute, University of Indonesia). 2014. Persons with Disabilities in Indonesia: Empirical Facts and Implications for Social Protection Policies. Jakarta: Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K).
    Direktorat Jenderal Pembelajaran dan Kemahasiswaan. 2017. Panduan Layanan Mahasiswa Disabilitas di Perguruan Tinggi. belmawa.ristekdikti.go: http://belmawa.ristekdikti.go.id/2017/12/29/panduan-layanan-mahasiswa-disabilitas-di-perguruan-tinggi/ (retrieved 4 November 2018).
    Direktorat Jenderal Pembelajaran dan Kemahasiswaan. 2018. Pentingnya Keberpihakan Perguruan Tinggi Kepada Mahasiswa Berkebutuhan Khusus. belmawa.ristekdikti.go: http://belmawa.ristekdikti.go.id/2018/05/09/pentingnya-keberpihakan-perguruan-tinggi-kepada-mahasiswa-berkebutuhan-khusus/ (retrieved 10 November 2018).
    Institute for Economic and Social Research, Faculty of Economics and Business – University of Indonesia. 2014. Mapping Persons with Disabilities (PwD) in Indonesia Labor Market. Jakarta: International Labour Organization.
    Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 30/PRT/M/2006 tentang Pedoman Teknis Fasilitas dan Aksesibilitas pada Bangunan Gedung dan Lingkungan.
    Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 70 Tahun 2009 tentang Pendidikan Inklusif bagi Peserta Didik yang Memiliki Kelainan dan Memiliki Potensi Kecerdasan dan/atau Bakat Istimewa.
    Peraturan Menteri Perhubungan Republik Indonesia Nomor PM 98 Tahun 2017 tentang Penyediaan Aksesibilitas pada Pelayanan Jasa Transportasi Publik bagi Pengguna Jasa Berkebutuhan Khusus.
    Peraturan Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Republik Indonesia Nomor 46 Tahun 2017 tentang Pendidikan Khusus dan Pendidikan Layanan Khusus di Perguruan Tinggi.
    Pusat Data dan Statistik Pendidikan dan Kebudayaan. 2017. Statistik Sekolah Luar Biasa (SLB) 2016/2017. Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
    Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2011 tentang Pengesahan Convention on the Rights of Persons with Disabilities (Konvensi mengenai Hak-Hak Penyandang Disabilitas).
    Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun2016 tentang Penyandang Disabilitas.
    UNICEF Indonesia. 2017. Education and Youth: Challenges. https://www.unicef.org/indonesia/education.html (retrieved 7 November 2018).
    United Nations (13 December 2006). Resolution 61/106. Convention on the Rights of Persons with Disabilities.

    Labels:

    :)

    Anda ingin mencari artikel lain? Silakan isi formulir pencarian di bawah ini. :)
    Google
  • Kembali ke DAFTAR ISI